A.
KONSELING
PASTORAL
A.1
Pengertian Konseling dan Pastoral
a.
Konseling
Kata Konseling berasal dari Bahasa
Latin “consulere” berarti memberi nasihat.[1] Sedangkan kata bahasa Inggris yang
menunjukkan untuk kata konseling adalah consul yang artinya wakil, konsul;counsult
yang artinya minta nasehat, berunding dengan; cosole yang artinya
menghibur dan consolide yang artinya menguatkan. Bisa diartikan kata konseling
adalah kegiatan sseorang yang menguatkan, menghibur yang dimintakan nasehat dan
merunding dengan seseorang. Mengenai hal ini J.L. Ch Abineno menuliskan dalam
bukunya pedoman praktis untuk pelayanan pastoral tentang pengertian
atau ungkapan “Konseling Pastoral” terutama digunakan dalam gerej-gereja di
Amerika. Sebagai metode atau cara kerja
“Konseling Pastoral” timbul dari konseling umum yang dijalankan di
Amerika terutama sesudah perang dunia Kedua.[2] Konseling
sebenarnya merupakan salah satu teknik atau layanan di dalam bimbingan, tetapi
teknik atau layanan ini sangat istimewa karena sifatnya yang lentur atau
fleksibel dan komprehensif. Konseling merupakan salah satu teknik dalam
bimbingan, tetapi merupakan teknik inti atau teknik kunci. Hal ini dikarenakan
konseling dapat memberikan perubahan yang mendasar, yaitu mengubah sikap. Sikap
mendasari perbuatan, pemikiran, pandangan dan perasaan, dan lain-lain.
Menurut Leona E. Tylor, ada lima
karakteristik yang sekaligus merupakan prinsip- prinsip konseling. Kelima
karakteristik tersebut:
1.
Konseling tidak sama dengan pemberian
nasihat (advicement), sebab di dalam pemberian nasihat proses berpikir ada dan
diberikan oleh penasihat, sedang dalam konseling proses berpikir dan pemecahan
ditemukan dan dilakukan oleh at klien sendiri.
2.
Konseling mengusahakan
perubahan-perubahan yang bersifat
fundamental yang berkenaan dengan pola- pola hidup.
3.
Konseling lebih menyangkut sikap
daripada perbuatan atau tindakan.
4.
Konseling lebih berkenaan dengan
penghayatan emosional daripada pemecahan intelektual.
5.
Konseling menyangkut juga hubungan klien dengan orang lain.
Konseling
memegang peranan penting dalam bimbingan
(counseling is the hearth of guidance), konseling sebagai pusatnya
bimbingan (counseling is the centre of guidance). Sebab dikatakan jantung,
inti, atau pusat karena konseling ini merupakan layanan atau teknik bimbingan
yang bersifat terapeutik atau bersifat menyembuhkan (curative)[3].
Berdasarkan uraian mengenai
Konseling diatas maka penulis meenitikberatkan konseling Kristen sebagai
inisiatif Allah yang oleh kasih-Nya mencari manusia berdosa. Adapun Dasar- dasar bagi titik tolak
konseling Kristen dapat dijelaskan selanjutnya sebagai berikut:
1.
Sama
seperti Allah sendirilah yang berinisiatif mencipta segala sesuatu, menopang
ciptaan-Nya (dengan Perjanjian Berkat) -- dan setelah Adam dan Hawa jatuh ke
dalam dosa, Allah tetap berinisiatif mencari (mereka) untuk membebaskan
(mereka); maka konseling Kristen pun perlu menekankan bahwa proses pelayanan
konseling adalah "Upaya yang merupakan inisiatif untuk mencari/ menolong
para konseli (yang berdosa/yang lemah/yang gagal)." Perumpamaan tentang
domba yang hilang (Lukas 15:1-7; Matius 18:12-14), dirham yang hilang (Lukas
15:11-32) -- menegaskan satu hal penting ´ada inisiatif (Allah) untuk mencari
yang hilang´. Hal ini dipertegaskan oleh sabda Kristus, ´Anak manusia datang
untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang´ (Lukas 19:10). Dari ´inisiatif
mencari´ ini, ada beberapa kebenaran penting yang merupakan ´dasar tindakan´
bagi konseling Kristen, antara lain:
- Inisiatif mencari menggarisbawahi bahwa konseling Kristen harus bersifat dinamis dan proaktif. Di sini konseling Kristen perlu menolak sikap menunggu dengan gaya pasif serta pesimistik. Konseling Kristen yang berinisiatif mencari -- menekankan -- bahwa ada kuasa (Roh Kudus sebagai dinamika) yang menjamin bahwa ada saja jalan (sikap positif) untuk mengatasi (dan memenangkan) masalah dalam proses konseling.
- Inisiatif mencari didasarkan dan didorong oleh "kasih" (yang menghendaki kebaikan bagi konseli), seperti yang terbukti pada sikap Tuhan Yesus Kristus bahwa kasihlah yang menggerakkan Dia untuk mencari/melayani mereka yang lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala (Matius 9:35-38, Bandingkan: 2Korintus 5:13-15).
- Inisiatif mencari adalah suatu komitmen (wajib) untuk melayani. Komitmen ini disikapi seperti kata Tuhan Yesus pada saat Ia menegaskan hal ini dengan mengatakan, "...kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan" (Lukas 17:10c).
- Inisiatif mencari didasarkan atas keinginan kuat untuk "melayani bukan dilayani" (Markus 10:45; Matius 20:28). Hal ini menegaskan bahwa konseling Kristen meletakkan pada pundak konselor "tanggung jawab memikul dan berbagi beban" yang ada pada konseli.
2.
Titik
tolak konseling Kristen beranjak dari motif dan upaya "mengangkat"
dan "meneguhkan" (Tuhanlah yang mengampuni dan membebaskan orang yang
bertobat dari dosanya dan orang Kristen (konselor) bertanggung jawab untuk
bersedia mengangkat orang tersebut (konseli) dengan memberikan
dukungan/dorongan positif (dari Firman Tuhan) yang ditopang oleh perjanjian
berkat Allah. Motif mengangkat/meneguhkan ini harus menjadi sikap batin dari
setiap konselor Kristen -- yang menggerakkan upaya/tindakan pelayanan konseling
yang dilaksanakannya. Dasar bertolak konseling Kristen ini ditegaskan oleh
Yehezkiel bahwa "Allah mencari, membawa pulang, merawat, menguatkan,
memelihara" -- sebagai gembala yang melayani (Yehezkiel 34:16).
3.
Titik
tolak konseling Kristen terfokus kepada "pemulihan" -- "peneguhan"
(yang menghasilkan keteguhan). Pemulihan ini diawali dengan
"pertobatan" (yang didasarkan atas kesadaran bahwa akar dari semua
masalah dapat ditelusuri sampai kepada DOSA/adalah DOSA) yang membawa
"pembaruan/restorasi" (1Yohanes 1:9; 1Korintus 5:17; Kolose 3:5-11)
dan pengampunan dosa sebagai dasar hidup baru (Kolose 3:12-13; Matius 6:12).
Pembaruan ini adalah dasar yang memberi dinamika revitalisasi (penguatan
kembali) yang memberi daya untuk taat sebagai jalan untuk menikmati peneguhan
oleh perjanjian berkat Allah (Ulangan 28:1-14). Dari sinilah, orang yang telah
dipulihkan (konseli) akan mengalami pembaruan hidup yang berkesinambungan
(Kolose 3:12-17) dan menjadi semakin teguh/dewasa di dalam Kristus -- yang
tercermin dari sikap kasih, yang tulus, semangat yang berapi/kerajinan yang
tinggi, kesiapan membantu yang terus berkobar dengan sikap moral yang dalam
yang menuntunnya sebagai manusia bijak (Roma 12:1-2; 9-21).[4]
b.
Pastoral
Istilah Pastoral berasal dari
“pastor” dalam bahasa latin atau dalam bahasa Yunani disebut “Poimen” yang
artinya gembala. Secara tradisional, dalam kehidupan gerejawi kita hal ini
merupakan tugas pendeta yang harus menjadi gembala bagi jemaat atau dombanya[5].
Berbicara tentang
gembala, dalam buku M.Bons-Storm “Apakah Penggembalaan Itu” mengutip beberapa
pendapat para ahli, yakni sbb :
-
Thurneysen
merumuskan “Penggembalaan merupakan suatu penerapan khusus Injil kepada anggota
jemaat secara pribadi, yaitu berita Injil yang dalam khotbah gereja disampaikan
kepada semua orang.”
-
Dr.
J. W. Herfst mengatakan bahwa tugas penggembalaan
itu ialah: “Menolong setiap orang untuk menyadari hubungannya dengan Allah, dan
mengajar orang untuk mengakui ketaatannya kepada Allah dan sesamanya, dalam
situasinya sendiri.”
-
Dr.
H. Faber :”Penggembalaan itu ialah tiap-tiap
pekerjaan, yang di dalamnya si pelayan sadar akan akibat yang ditimbulkan oleh
percakapannya atau khotbahnya, atas kepribadian orang, yang pada saat itu
dihubunginya.”[6]
Berhubungan
dengan istilah “penggembalaan” Art Van Beek menuliskan dalam bukunya
pendampingan Pastoral. Penggembalaan
adalah suatu istilah struktural untuk mempersiapkan para rohaniawan
untuk tugas pastoral atau tugas penggembalaan. Mengenai hal ini Art Van Beek
menuliskan 7 tipe penggembalaan di masyarakat Indonesia
Pertama,
ada yang berpendapat bahwa penggembalaan merupakan pembinaan, yaitu tugas
membentuk watak seseorang dan mendidik mereka untuk menjadi murid Kristus yang
baik.
Kedua,
ada yang memandang penggembalaan sebagai pemberitaan Firman Allah, melalui
pertemuan antar pribadi atau dalam kelompok kecil, walaupun juga dapat dapat
dilakukan dalam khotbah dan liturgi.
Ketiga,Khususnya
dilingkungan Katolik, bahwa penggembalaan berarti pelayanan yang berhubungan
dengan sakramen.
Keempat,
Khususnya anggota Karismatik bahwa penggembalaan adalah pelayanan penyembuhan.
Kelima,
bahwa penggembalaan adalah pelayanan kepada masyarakat, yaitu pelayanan sosial
dan pelayanan berjuang melawan ketidakadilan.
Keenam,
ada yang melihat penggembalaan sebagai pelayanan dimana manusia yang terlibat
dalam interaksi menantikan dan menerima kehadiran dan partisipasi Tuhan Allah.
Yang dinantikan sebenarnya adalah suatu pernyataan dari Allah.
Ketujuh,
dapat juga dianggap sebagai konseling pastoral yang menggunakan teknik-teknik
khusus yang dipinjam dari ilmu-ilmu manusia, khususnya psikologi.[7]
Dari
uraian diatas secara garis besar mengenai pastoral dapat didefinisikan sebagai
bentuk bimbingan spiritual yang dilakukan oleh seorang pendeta atau hamba Tuhan
untuk menolong orang-orang yang mengalami kesulitan kehidupan supaya menyadari
kekeliruan hidup .
A.2 Pengertian
Konseling Pastoral
Dr. J.LCh. Abineno dalam bukunya
Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral mengatakan ungkapan “Konseling
Pastoral” dikenal oleh gereja-gereja di Indonesia sesudah perang dunia kedua.
Awalnya metode atau cara kerja konseling pastoral timbul dari konseling umum
dan konseling umum ini dari pekerjaan sosial ketika perang dunia kedua
berlangsung[8]
Mengenai Konseling Pastoral Pdt.
Yakub Susabda dalam buku Pastoral Konseling mendefinisikan Pastoral Konseling
sebagai berikut
“Pastoral Konseling adalah hubungan
timbal balik (interpersonal reathionship) antara hamba Tuhan (pendeta,
penginjil, dsb) sebagai konselor dengan konselinya (klien, orang yang minta
bimbingan), dalam mana konselor mencoba membimbing konselinya ke dalam suasana
percakapan konseling yang ideal (conducive atmosphere) yang memungkinkan
konseli itu betul-betul mengenal dan mengerti apa yang sedang terjadi pada
dirinya sendiri, persoalannya, kondisi hidupnya, dimana ia berada, dsb;
sehingga ia mampu melihat tujuan hidupnya dalam relasi dan tanggung jawabnya
pada Tuhan dan mencoba mencapai itu dengan takaran, kekuatan dan kemampuan
seperti yang sudah diberikan Tuhan kepadanya”[9].
Berdasarkan pengertian diatas Pdt
Yakub Susabda membagi 4 unsur penting atau dasar pemikiran yang menentukan
keunikan pastoral konseling:
1) Pastoral
Konseling adalah pelayanan hamba Tuhan yang dipercayakan oleh Allah sendiri
2) Pastoral
Konseling adalah pelayanan mutlak bergantung pada kuasa roh Kudus.
3) Pastoral
Konseling adalah pelayanan yang didasarkan pada kebenaran firman Tuhan.
4) Pastoral
Konseling adalah pelayanan yang bersifat-dasarkan teologi dalam integrasinya
dengan sumbangan ilmu-ilmu pengetahuan lain khususnya psikologi[10]
Selanjutnya
dalam uraian ini juga penulis menguraikan beberapa hal yang menjadi kelebihan
dan keterbatasan Konseling Pastoral dengan mengacu pada konteks yang ada di
lingkungan jemaat.
a.
Kelebihan
utama pastoral konseling adalah:
Ø Pelatihan pelayanan secara teologi
Ø Ketajaman rohani
Ø Penggunaan sumber-sumber rohani
Ø Adanya kepercayaan dan penyesuaian
proses konseling
sehubungan dengan pelayanan sebagai
seorang pribadi dan sebagai perwakilan dari gereja
Ø Kesempatan untuk menggunakan sumber-sumber
seputar kehidupan berjemaat
Ø Kesempatan untuk mengambil inisiatif
dalam membangun suatu hubungan konseling dan kemungkinan diadakannya intervensi
awal dan Kesediaan pelayanan-pelayanan konseling dengan mengabaikan masalah
pembayaran.
b.
batasan-batasan
tertentu dalam pastoral konseling:
Batasan PERTAMA adalah waktu. Hanya sedikit pendeta (jika ada) yang
memiliki waktu bagi semua jemaatnya yang membutuhkan konseling. Bahkan pendeta
yang tanggung jawab utamanya adalah memelihara dan memberikan konseling pun
merasa kekurangan waktu; tekanan dari tanggung jawab lain seringkali memungkinkan
untuk melihat bahwa seseorang mengalami krisis yang parah. Namun sayangnya hal
ini merusak kelebihan pastoral yang unik dari konseling intervensi awal yang
potensial dan berorientasi-prevensi. Meskipun demikian, seperti yang diketahui banyak pendeta, permintaan
pelayanan adalah tekanan yang konstan,
mengurangi waktu yang tersedia untuk konseling dan, dalam beberapa kasus,
membatasi konseling untuk intervensi- intervensi yang jelas.
Batasan KEDUA berhubungan dengan pelatihan yang biasanya diperoleh para
pendeta dalam psikologi. Dalam beberapa kasus, pelatihan ini hanya bersifat
sementara dan mempunyai implikasi untuk jenis konseling yang perlu ditangani.
Beberapa model pastoral konseling memisalkan
pengetahuan yang lebih maju tentang teori kepribadian dan psikoterapi dan
merupakan pertanyaan-pertanyaan berguna bagi para pendeta yang hanya mengikuti
satu atau dua kursus psikologi atau konseling. Sebagian besar pendeta tidak
memiliki latar belakang yang dibutuhkan dalam teori kepribadian dan psikologi
psychotherapeutic untuk memberikan psikoterapi rekonstruktif yang intensif.
Atau mereka juga tidak memiliki pra-syarat pelatihan mengenai psikodiagnostik dan psikopatologi untuk
memberikan perawatan total bagi beberapa
individu yang bermasalah. Para pendeta, sama seperti konselor profesional
lainnya, harus secara jelas menyadari keterbatasan mereka dalam bersaing dan
siap serta bersedia mengalihkannya kepada orang lain ketika
keterbatasan-keterbatasan itu dicapai. Banyak hal yang bisa dilakukan dalam
keterbatasan ini. Namun pastoral konseling seharusnya tidak dipandang sebagai
suatu pengganti bagi terapi medis atau terapi psikologi lainnya. Ketika terapi
lain dibutuhkan, pastoral konseling masih merupakan sumber pertolongan tambahan
yang khusus dan berguna.
Batasan KETIGA berhubungan dengan konflik yang mudah sekali muncul
ketika pendeta berganti profesi dan mengaitkan dengan apa yang dilihat dalam
konseling dengan berbagai jenis peran lainnya. Tidak sama seperti para
profesional konseling lainnya, pendeta tidak memiliki batasan kontak yang istimewa dengan
para klien-nya di luar kantor konseling. Alasan mengapa para psikoterapis
membatasi kontak adalah jika kontak tersebut menyulitkan terapi, kadang-kadang
mengkontaminasi perawatan secara menyeluruh sehingga kontak ini harus dihentikan.
Aturan-aturan yang mengatur pela ksanaan pertemuan-pertemuan psikoterapi
passien dan ahli terapinya dibuat untuk memfasilitasi tugas 'psychotherapeutic'.
Aturan-aturan ini berbeda dengan aturan
yang terkait dengan masalah sosial, bisnis, atau hubungan kekeluargaan. Namun,
pendeta secara rutin bertemu dengan mereka yang terlibat dalam konseling
melalui berbagai peran mereka. Hal ini seringkali membuat baik pendeta maupun
jemaatnya dalam situasi yang janggal, terutama dalam hubungan konseling jangka panjang.
Batasan KEEMPAT berhubungan dengan tidak adanya pembayaran.
Meskipun hal ini merupakan kelebihan
yang membuat bantuan pendeta tersedia bagi mereka yang terbatas sumber
keuangannya, tidak adanya pembayaran akan menurunkan rasa kepemilikan dan
tanggung jawab dalam proses konseling. Hal ini juga meningkatkan kemungkinan
bahwa seseorang mengambil keuntungan dari waktu pelayanan, menggunakannya dengan cara-cara yang tidak produktif. Tidak
adanya pembayaran, bagaimanapun juga, bisa merupakan kelebihan maupun
kekurangan dari pastoral konseling yang biasa dilakukan.
Pastoral konseling tampaknya, sesuai dengan uraian di atas, menempati posisi terbaik sebagai konseling
yang terfokus dan berani.Terapi intensif jangka panjang tampaknya tidak sesuai
dengan terbatasnya waktu dari sebagian besar pendeta, atau sebagian besar pendeta
tidak pernah mengikuti pelatihan yang penting dan tidak memiliki latar belakang
psikologi sehingga tidak memiliki pengalaman yang sesuai ataupun produktif.
Konseling jangka pendek juga membuat para pendeta dapat menghindari beberapa
pemindahan komplikasi yang digolongkan sebagai bagian utama dari pertemuan
konseling jangka panjang. Secara ringkas, pastoral konseling harus benar-benar terfokus,
dan fokus yang disarankan sebaiknya berhubungan dengan tujuan utama dari
pertumbuhan rohani.
Berdasarkan
uraian diatas Pastoral Konseling dapat berarti gembala yang memberikan nasihat,
penghiburan dan penguatan bagi warga gerejanya. Pelayanan pastoral mempunyai
sifat pertemuan yaitu: antara pastor dan anggota jemaat yang membutuhkan
bantuan dan pelayannya dan pertemuan antara mereka berdua dan Allah, yang
sebenarnya yang memimpin dan memberi isi kepada pertemuan mereka. Pengistilahan ini dihubungkan dengan diri Yesus Kristus
dan karyaNya sebagai Pastor Sejati yang Baik (Yoh. 10).
Ungkapan ini mengacu kepada pelayanan Yesus Kristus yang tanpa pamrih, bersedia
memberikan pertolongan terhadap para pengikutNya.
[1]
Abineno Ch, Pedoman Praktis untuk
Pelayanan Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010),hl.8
[2] ibid.,hl. 6
[3]
Hikmawati Fenti, Bimbingan Konseling,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hl. 2-3
[5]
Art Van Beek, Pendampingan Pastoral,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010) hl. 10
[7] op.cit.,hal 11-12
[8]
Abineno Ch, Pedoman Praktis untuk
pelayanan Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), hal 6
[9]
Susabda Yakub, Pastoral Konseling Jilid I,
(Malang: Gandum Mas, 2006), hal 13
[10] ibid.,hl 71