Rabu, 14 Maret 2012

Pengertian Konseling Pastoral


A.                KONSELING PASTORAL
A.1 Pengertian Konseling dan Pastoral
a.   Konseling
Kata Konseling berasal dari Bahasa Latin “consulere” berarti memberi nasihat.[1] Sedangkan kata bahasa Inggris yang menunjukkan untuk kata konseling adalah consul yang artinya wakil, konsul;counsult yang artinya minta nasehat, berunding dengan; cosole yang artinya menghibur dan consolide yang artinya menguatkan. Bisa diartikan kata konseling adalah kegiatan sseorang yang menguatkan, menghibur yang dimintakan nasehat dan merunding dengan seseorang. Mengenai hal ini J.L. Ch Abineno menuliskan dalam bukunya pedoman praktis untuk pelayanan pastoral tentang pengertian atau ungkapan “Konseling Pastoral” terutama digunakan dalam gerej-gereja di Amerika. Sebagai metode atau cara kerja  “Konseling Pastoral” timbul dari konseling umum yang dijalankan di Amerika terutama sesudah perang dunia Kedua.[2] Konseling sebenarnya merupakan salah satu teknik atau layanan di dalam bimbingan, tetapi teknik atau layanan ini sangat istimewa karena sifatnya yang lentur atau fleksibel dan komprehensif. Konseling merupakan salah satu teknik dalam bimbingan, tetapi merupakan teknik inti atau teknik kunci. Hal ini dikarenakan konseling dapat memberikan perubahan yang mendasar, yaitu mengubah sikap. Sikap mendasari perbuatan, pemikiran, pandangan dan perasaan, dan lain-lain.
Menurut Leona E. Tylor, ada lima karakteristik yang sekaligus merupakan prinsip- prinsip konseling. Kelima karakteristik tersebut:
1.                  Konseling tidak sama dengan pemberian nasihat (advicement), sebab di dalam pemberian nasihat proses berpikir ada dan diberikan oleh penasihat, sedang dalam konseling proses berpikir dan pemecahan ditemukan dan dilakukan oleh at klien sendiri.
2.                  Konseling mengusahakan perubahan-perubahan yang bersifat  fundamental yang berkenaan dengan pola- pola hidup.
3.                  Konseling lebih menyangkut sikap daripada perbuatan atau tindakan.
4.                  Konseling lebih berkenaan dengan penghayatan emosional daripada pemecahan intelektual.
5.                  Konseling menyangkut juga  hubungan klien dengan orang lain.
Konseling memegang peranan penting dalam bimbingan  (counseling is the hearth of guidance), konseling sebagai pusatnya bimbingan (counseling is the centre of guidance). Sebab dikatakan jantung, inti, atau pusat karena konseling ini merupakan layanan atau teknik bimbingan yang bersifat terapeutik atau bersifat menyembuhkan (curative)[3].
Berdasarkan uraian mengenai Konseling diatas maka penulis meenitikberatkan konseling Kristen sebagai inisiatif Allah yang oleh kasih-Nya mencari manusia berdosa. Adapun Dasar- dasar bagi titik tolak konseling Kristen dapat dijelaskan selanjutnya sebagai berikut:
1.                  Sama seperti Allah sendirilah yang berinisiatif mencipta segala sesuatu, menopang ciptaan-Nya (dengan Perjanjian Berkat) -- dan setelah Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, Allah tetap berinisiatif mencari (mereka) untuk membebaskan (mereka); maka konseling Kristen pun perlu menekankan bahwa proses pelayanan konseling adalah "Upaya yang merupakan inisiatif untuk mencari/ menolong para konseli (yang berdosa/yang lemah/yang gagal)." Perumpamaan tentang domba yang hilang (Lukas 15:1-7; Matius 18:12-14), dirham yang hilang (Lukas 15:11-32) -- menegaskan satu hal penting ´ada inisiatif (Allah) untuk mencari yang hilang´. Hal ini dipertegaskan oleh sabda Kristus, ´Anak manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang´ (Lukas 19:10). Dari ´inisiatif mencari´ ini, ada beberapa kebenaran penting yang merupakan ´dasar tindakan´ bagi konseling Kristen, antara lain:
    1. Inisiatif mencari menggarisbawahi bahwa konseling Kristen harus bersifat dinamis dan proaktif. Di sini konseling Kristen perlu menolak sikap menunggu dengan gaya pasif serta pesimistik. Konseling Kristen yang berinisiatif mencari -- menekankan -- bahwa ada kuasa (Roh Kudus sebagai dinamika) yang menjamin bahwa ada saja jalan (sikap positif) untuk mengatasi (dan memenangkan) masalah dalam proses konseling.
    2. Inisiatif mencari didasarkan dan didorong oleh "kasih" (yang menghendaki kebaikan bagi konseli), seperti yang terbukti pada sikap Tuhan Yesus Kristus bahwa kasihlah yang menggerakkan Dia untuk mencari/melayani mereka yang lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala (Matius 9:35-38, Bandingkan: 2Korintus 5:13-15).
    3. Inisiatif mencari adalah suatu komitmen (wajib) untuk melayani. Komitmen ini disikapi seperti kata Tuhan Yesus pada saat Ia menegaskan hal ini dengan mengatakan, "...kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan" (Lukas 17:10c).
    4. Inisiatif mencari didasarkan atas keinginan kuat untuk "melayani bukan dilayani" (Markus 10:45; Matius 20:28). Hal ini menegaskan bahwa konseling Kristen meletakkan pada pundak konselor "tanggung jawab memikul dan berbagi beban" yang ada pada konseli.
2.                  Titik tolak konseling Kristen beranjak dari motif dan upaya "mengangkat" dan "meneguhkan" (Tuhanlah yang mengampuni dan membebaskan orang yang bertobat dari dosanya dan orang Kristen (konselor) bertanggung jawab untuk bersedia mengangkat orang tersebut (konseli) dengan memberikan dukungan/dorongan positif (dari Firman Tuhan) yang ditopang oleh perjanjian berkat Allah. Motif mengangkat/meneguhkan ini harus menjadi sikap batin dari setiap konselor Kristen -- yang menggerakkan upaya/tindakan pelayanan konseling yang dilaksanakannya. Dasar bertolak konseling Kristen ini ditegaskan oleh Yehezkiel bahwa "Allah mencari, membawa pulang, merawat, menguatkan, memelihara" -- sebagai gembala yang melayani (Yehezkiel 34:16).
3.                  Titik tolak konseling Kristen terfokus kepada "pemulihan" -- "peneguhan" (yang menghasilkan keteguhan). Pemulihan ini diawali dengan "pertobatan" (yang didasarkan atas kesadaran bahwa akar dari semua masalah dapat ditelusuri sampai kepada DOSA/adalah DOSA) yang membawa "pembaruan/restorasi" (1Yohanes 1:9; 1Korintus 5:17; Kolose 3:5-11) dan pengampunan dosa sebagai dasar hidup baru (Kolose 3:12-13; Matius 6:12). Pembaruan ini adalah dasar yang memberi dinamika revitalisasi (penguatan kembali) yang memberi daya untuk taat sebagai jalan untuk menikmati peneguhan oleh perjanjian berkat Allah (Ulangan 28:1-14). Dari sinilah, orang yang telah dipulihkan (konseli) akan mengalami pembaruan hidup yang berkesinambungan (Kolose 3:12-17) dan menjadi semakin teguh/dewasa di dalam Kristus -- yang tercermin dari sikap kasih, yang tulus, semangat yang berapi/kerajinan yang tinggi, kesiapan membantu yang terus berkobar dengan sikap moral yang dalam yang menuntunnya sebagai manusia bijak (Roma 12:1-2; 9-21).[4]
b.      Pastoral
Istilah Pastoral berasal dari “pastor” dalam bahasa latin atau dalam bahasa Yunani disebut “Poimen” yang artinya gembala. Secara tradisional, dalam kehidupan gerejawi kita hal ini merupakan tugas pendeta yang harus menjadi gembala bagi jemaat atau dombanya[5].
Berbicara tentang gembala, dalam buku M.Bons-Storm “Apakah Penggembalaan Itu” mengutip beberapa pendapat para ahli, yakni sbb :
-                      Thurneysen merumuskan “Penggembalaan merupakan suatu penerapan khusus Injil kepada anggota jemaat secara pribadi, yaitu berita Injil yang dalam khotbah gereja disampaikan kepada semua orang.”
-                      Dr. J. W. Herfst mengatakan bahwa tugas penggembalaan itu ialah: “Menolong setiap orang untuk menyadari hubungannya dengan Allah, dan mengajar orang untuk mengakui ketaatannya kepada Allah dan sesamanya, dalam situasinya sendiri.”
-                      Dr. H. Faber :”Penggembalaan itu ialah tiap-tiap pekerjaan, yang di dalamnya si pelayan sadar akan akibat yang ditimbulkan oleh percakapannya atau khotbahnya, atas kepribadian orang, yang pada saat itu dihubunginya.[6]
Berhubungan dengan istilah “penggembalaan” Art Van Beek menuliskan dalam bukunya pendampingan Pastoral. Penggembalaan  adalah suatu istilah struktural untuk mempersiapkan para rohaniawan untuk tugas pastoral atau tugas penggembalaan. Mengenai hal ini Art Van Beek menuliskan 7 tipe penggembalaan di masyarakat Indonesia
Pertama, ada yang berpendapat bahwa penggembalaan merupakan pembinaan, yaitu tugas membentuk watak seseorang dan mendidik mereka untuk menjadi murid Kristus yang baik.
Kedua, ada yang memandang penggembalaan sebagai pemberitaan Firman Allah, melalui pertemuan antar pribadi atau dalam kelompok kecil, walaupun juga dapat dapat dilakukan dalam khotbah dan liturgi.
Ketiga,Khususnya dilingkungan Katolik, bahwa penggembalaan berarti pelayanan yang berhubungan dengan sakramen.
Keempat, Khususnya anggota Karismatik bahwa penggembalaan adalah pelayanan penyembuhan.
Kelima, bahwa penggembalaan adalah pelayanan kepada masyarakat, yaitu pelayanan sosial dan pelayanan berjuang melawan ketidakadilan.
Keenam, ada yang melihat penggembalaan sebagai pelayanan dimana manusia yang terlibat dalam interaksi menantikan dan menerima kehadiran dan partisipasi Tuhan Allah. Yang dinantikan sebenarnya adalah suatu pernyataan dari Allah.
Ketujuh, dapat juga dianggap sebagai konseling pastoral yang menggunakan teknik-teknik khusus yang dipinjam dari ilmu-ilmu manusia, khususnya psikologi.[7]

Dari uraian diatas secara garis besar mengenai pastoral dapat didefinisikan sebagai bentuk bimbingan spiritual yang dilakukan oleh seorang pendeta atau hamba Tuhan untuk menolong orang-orang yang mengalami kesulitan kehidupan supaya menyadari kekeliruan hidup .

A.2 Pengertian Konseling Pastoral
Dr. J.LCh. Abineno dalam bukunya Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral mengatakan ungkapan “Konseling Pastoral” dikenal oleh gereja-gereja di Indonesia sesudah perang dunia kedua. Awalnya metode atau cara kerja konseling pastoral timbul dari konseling umum dan konseling umum ini dari pekerjaan sosial ketika perang dunia kedua berlangsung[8]
Mengenai Konseling Pastoral Pdt. Yakub Susabda dalam buku Pastoral Konseling mendefinisikan Pastoral Konseling sebagai berikut
“Pastoral Konseling adalah hubungan timbal balik (interpersonal reathionship) antara hamba Tuhan (pendeta, penginjil, dsb) sebagai konselor dengan konselinya (klien, orang yang minta bimbingan), dalam mana konselor mencoba membimbing konselinya ke dalam suasana percakapan konseling yang ideal (conducive atmosphere) yang memungkinkan konseli itu betul-betul mengenal dan mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya sendiri, persoalannya, kondisi hidupnya, dimana ia berada, dsb; sehingga ia mampu melihat tujuan hidupnya dalam relasi dan tanggung jawabnya pada Tuhan dan mencoba mencapai itu dengan takaran, kekuatan dan kemampuan seperti yang sudah diberikan Tuhan kepadanya”[9].
Berdasarkan pengertian diatas Pdt Yakub Susabda membagi 4 unsur penting atau dasar pemikiran yang menentukan keunikan pastoral konseling:
1)      Pastoral Konseling adalah pelayanan hamba Tuhan yang dipercayakan oleh Allah sendiri
2)      Pastoral Konseling adalah pelayanan mutlak bergantung pada kuasa roh Kudus.
3)      Pastoral Konseling adalah pelayanan yang didasarkan pada kebenaran firman Tuhan.
4)      Pastoral Konseling adalah pelayanan yang bersifat-dasarkan teologi dalam integrasinya dengan sumbangan ilmu-ilmu pengetahuan lain khususnya psikologi[10]
Selanjutnya dalam uraian ini juga penulis menguraikan beberapa hal yang menjadi kelebihan dan keterbatasan Konseling Pastoral dengan mengacu pada konteks yang ada di lingkungan jemaat.
a.                          Kelebihan utama pastoral konseling adalah:
Ø      Pelatihan pelayanan secara teologi
Ø      Ketajaman rohani
Ø      Penggunaan sumber-sumber rohani
Ø      Adanya kepercayaan dan penyesuaian proses konseling
sehubungan dengan pelayanan sebagai seorang pribadi dan sebagai perwakilan dari gereja
Ø      Kesempatan untuk menggunakan sumber-sumber seputar kehidupan berjemaat
Ø      Kesempatan untuk mengambil inisiatif dalam membangun suatu hubungan konseling dan kemungkinan diadakannya intervensi awal dan Kesediaan pelayanan-pelayanan konseling dengan mengabaikan masalah pembayaran.
                    
b.                         batasan-batasan tertentu dalam pastoral konseling:
  
   Batasan PERTAMA adalah waktu. Hanya sedikit pendeta (jika ada) yang memiliki waktu bagi semua jemaatnya yang membutuhkan konseling. Bahkan pendeta yang tanggung jawab utamanya adalah memelihara dan memberikan konseling pun merasa kekurangan waktu; tekanan dari tanggung jawab lain seringkali memungkinkan untuk melihat bahwa seseorang mengalami krisis yang parah. Namun sayangnya hal ini merusak kelebihan pastoral yang unik dari konseling intervensi awal yang potensial dan berorientasi-prevensi. Meskipun demikian, seperti  yang diketahui banyak pendeta, permintaan pelayanan adalah tekanan  yang konstan, mengurangi waktu yang tersedia untuk konseling dan, dalam beberapa kasus, membatasi konseling untuk intervensi- intervensi yang jelas.

   Batasan KEDUA berhubungan dengan pelatihan yang biasanya diperoleh para pendeta dalam psikologi. Dalam beberapa kasus, pelatihan ini hanya bersifat sementara dan mempunyai implikasi untuk jenis konseling yang perlu ditangani. Beberapa model pastoral konseling  memisalkan pengetahuan yang lebih maju tentang teori kepribadian dan psikoterapi dan merupakan pertanyaan-pertanyaan berguna bagi para pendeta yang hanya mengikuti satu atau dua kursus psikologi atau konseling. Sebagian besar pendeta tidak memiliki latar belakang yang dibutuhkan dalam teori kepribadian dan psikologi psychotherapeutic untuk memberikan psikoterapi rekonstruktif yang intensif. Atau mereka juga tidak memiliki pra-syarat pelatihan mengenai  psikodiagnostik dan psikopatologi untuk memberikan perawatan total  bagi beberapa individu yang bermasalah. Para pendeta, sama seperti konselor profesional lainnya, harus secara jelas menyadari keterbatasan mereka dalam bersaing dan siap serta bersedia mengalihkannya kepada orang lain ketika keterbatasan-keterbatasan itu dicapai. Banyak hal yang bisa dilakukan dalam keterbatasan ini. Namun pastoral konseling seharusnya tidak dipandang sebagai suatu pengganti bagi terapi medis atau terapi psikologi lainnya. Ketika terapi lain dibutuhkan, pastoral konseling masih merupakan sumber pertolongan tambahan yang khusus dan berguna.

   Batasan KETIGA berhubungan dengan konflik yang mudah sekali muncul ketika pendeta berganti profesi dan mengaitkan dengan apa yang dilihat dalam konseling dengan berbagai jenis peran lainnya. Tidak sama seperti para profesional konseling lainnya, pendeta tidak  memiliki batasan kontak yang istimewa dengan para klien-nya di luar kantor konseling. Alasan mengapa para psikoterapis membatasi kontak adalah jika kontak tersebut menyulitkan terapi, kadang-kadang mengkontaminasi perawatan secara menyeluruh sehingga kontak ini harus dihentikan. Aturan-aturan yang mengatur pela ksanaan pertemuan-pertemuan psikoterapi passien dan ahli terapinya dibuat untuk memfasilitasi tugas 'psychotherapeutic'. Aturan-aturan ini berbeda  dengan aturan yang terkait dengan masalah sosial, bisnis, atau hubungan kekeluargaan. Namun, pendeta secara rutin bertemu dengan mereka yang terlibat dalam konseling melalui berbagai peran mereka. Hal ini seringkali membuat baik pendeta maupun jemaatnya dalam situasi yang janggal, terutama dalam hubungan konseling jangka panjang.

   Batasan KEEMPAT berhubungan dengan tidak adanya pembayaran. Meskipun  hal ini merupakan kelebihan yang membuat bantuan pendeta tersedia bagi mereka yang terbatas sumber keuangannya, tidak adanya pembayaran akan menurunkan rasa kepemilikan dan tanggung jawab dalam proses konseling. Hal ini juga meningkatkan kemungkinan bahwa seseorang mengambil keuntungan dari waktu pelayanan, menggunakannya  dengan cara-cara yang tidak produktif. Tidak adanya pembayaran, bagaimanapun juga, bisa merupakan kelebihan maupun kekurangan dari pastoral konseling yang biasa dilakukan.

   Pastoral konseling tampaknya, sesuai dengan uraian di atas,  menempati posisi terbaik sebagai konseling yang terfokus dan berani.Terapi intensif jangka panjang tampaknya tidak sesuai dengan terbatasnya waktu dari sebagian besar pendeta, atau sebagian besar pendeta tidak pernah mengikuti pelatihan yang penting dan tidak memiliki latar belakang psikologi sehingga tidak memiliki pengalaman yang sesuai ataupun produktif. Konseling jangka pendek juga membuat para pendeta dapat menghindari beberapa pemindahan komplikasi yang digolongkan sebagai bagian utama dari pertemuan konseling jangka panjang. Secara ringkas, pastoral konseling harus benar-benar terfokus, dan fokus yang disarankan sebaiknya berhubungan dengan tujuan utama dari pertumbuhan rohani.

Berdasarkan uraian diatas Pastoral Konseling dapat berarti gembala yang memberikan nasihat, penghiburan dan penguatan bagi warga gerejanya. Pelayanan pastoral mempunyai sifat pertemuan yaitu: antara pastor dan anggota jemaat yang membutuhkan bantuan dan pelayannya dan pertemuan antara mereka berdua dan Allah, yang sebenarnya yang memimpin dan memberi isi kepada pertemuan mereka. Pengistilahan ini dihubungkan dengan diri Yesus Kristus dan karyaNya sebagai Pastor Sejati yang Baik (Yoh. 10). Ungkapan ini mengacu kepada pelayanan Yesus Kristus yang tanpa pamrih, bersedia memberikan pertolongan terhadap para pengikutNya.


[1] Abineno Ch, Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010),hl.8
[2] ibid.,hl. 6
[3] Hikmawati Fenti, Bimbingan Konseling, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hl. 2-3
[5] Art Van Beek, Pendampingan Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010) hl. 10
[6] M. Born Storm, Apakah Penggembalaan Itu? (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2011 ),  hl.1
[7] op.cit.,hal 11-12
[8] Abineno Ch, Pedoman Praktis untuk pelayanan Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), hal 6
[9] Susabda Yakub, Pastoral Konseling Jilid I, (Malang: Gandum Mas, 2006), hal 13
[10] ibid.,hl 71

Pengertian Konseling Pastoral


A.                KONSELING PASTORAL
A.1 Pengertian Konseling dan Pastoral
a.   Konseling
Kata Konseling berasal dari Bahasa Latin “consulere” berarti memberi nasihat.[1] Sedangkan kata bahasa Inggris yang menunjukkan untuk kata konseling adalah consul yang artinya wakil, konsul;counsult yang artinya minta nasehat, berunding dengan; cosole yang artinya menghibur dan consolide yang artinya menguatkan. Bisa diartikan kata konseling adalah kegiatan sseorang yang menguatkan, menghibur yang dimintakan nasehat dan merunding dengan seseorang. Mengenai hal ini J.L. Ch Abineno menuliskan dalam bukunya pedoman praktis untuk pelayanan pastoral tentang pengertian atau ungkapan “Konseling Pastoral” terutama digunakan dalam gerej-gereja di Amerika. Sebagai metode atau cara kerja  “Konseling Pastoral” timbul dari konseling umum yang dijalankan di Amerika terutama sesudah perang dunia Kedua.[2] Konseling sebenarnya merupakan salah satu teknik atau layanan di dalam bimbingan, tetapi teknik atau layanan ini sangat istimewa karena sifatnya yang lentur atau fleksibel dan komprehensif. Konseling merupakan salah satu teknik dalam bimbingan, tetapi merupakan teknik inti atau teknik kunci. Hal ini dikarenakan konseling dapat memberikan perubahan yang mendasar, yaitu mengubah sikap. Sikap mendasari perbuatan, pemikiran, pandangan dan perasaan, dan lain-lain.
Menurut Leona E. Tylor, ada lima karakteristik yang sekaligus merupakan prinsip- prinsip konseling. Kelima karakteristik tersebut:
1.                  Konseling tidak sama dengan pemberian nasihat (advicement), sebab di dalam pemberian nasihat proses berpikir ada dan diberikan oleh penasihat, sedang dalam konseling proses berpikir dan pemecahan ditemukan dan dilakukan oleh at klien sendiri.
2.                  Konseling mengusahakan perubahan-perubahan yang bersifat  fundamental yang berkenaan dengan pola- pola hidup.
3.                  Konseling lebih menyangkut sikap daripada perbuatan atau tindakan.
4.                  Konseling lebih berkenaan dengan penghayatan emosional daripada pemecahan intelektual.
5.                  Konseling menyangkut juga  hubungan klien dengan orang lain.
Konseling memegang peranan penting dalam bimbingan  (counseling is the hearth of guidance), konseling sebagai pusatnya bimbingan (counseling is the centre of guidance). Sebab dikatakan jantung, inti, atau pusat karena konseling ini merupakan layanan atau teknik bimbingan yang bersifat terapeutik atau bersifat menyembuhkan (curative)[3].
Berdasarkan uraian mengenai Konseling diatas maka penulis meenitikberatkan konseling Kristen sebagai inisiatif Allah yang oleh kasih-Nya mencari manusia berdosa. Adapun Dasar- dasar bagi titik tolak konseling Kristen dapat dijelaskan selanjutnya sebagai berikut:
1.                  Sama seperti Allah sendirilah yang berinisiatif mencipta segala sesuatu, menopang ciptaan-Nya (dengan Perjanjian Berkat) -- dan setelah Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, Allah tetap berinisiatif mencari (mereka) untuk membebaskan (mereka); maka konseling Kristen pun perlu menekankan bahwa proses pelayanan konseling adalah "Upaya yang merupakan inisiatif untuk mencari/ menolong para konseli (yang berdosa/yang lemah/yang gagal)." Perumpamaan tentang domba yang hilang (Lukas 15:1-7; Matius 18:12-14), dirham yang hilang (Lukas 15:11-32) -- menegaskan satu hal penting ´ada inisiatif (Allah) untuk mencari yang hilang´. Hal ini dipertegaskan oleh sabda Kristus, ´Anak manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang´ (Lukas 19:10). Dari ´inisiatif mencari´ ini, ada beberapa kebenaran penting yang merupakan ´dasar tindakan´ bagi konseling Kristen, antara lain:
    1. Inisiatif mencari menggarisbawahi bahwa konseling Kristen harus bersifat dinamis dan proaktif. Di sini konseling Kristen perlu menolak sikap menunggu dengan gaya pasif serta pesimistik. Konseling Kristen yang berinisiatif mencari -- menekankan -- bahwa ada kuasa (Roh Kudus sebagai dinamika) yang menjamin bahwa ada saja jalan (sikap positif) untuk mengatasi (dan memenangkan) masalah dalam proses konseling.
    2. Inisiatif mencari didasarkan dan didorong oleh "kasih" (yang menghendaki kebaikan bagi konseli), seperti yang terbukti pada sikap Tuhan Yesus Kristus bahwa kasihlah yang menggerakkan Dia untuk mencari/melayani mereka yang lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala (Matius 9:35-38, Bandingkan: 2Korintus 5:13-15).
    3. Inisiatif mencari adalah suatu komitmen (wajib) untuk melayani. Komitmen ini disikapi seperti kata Tuhan Yesus pada saat Ia menegaskan hal ini dengan mengatakan, "...kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan" (Lukas 17:10c).
    4. Inisiatif mencari didasarkan atas keinginan kuat untuk "melayani bukan dilayani" (Markus 10:45; Matius 20:28). Hal ini menegaskan bahwa konseling Kristen meletakkan pada pundak konselor "tanggung jawab memikul dan berbagi beban" yang ada pada konseli.
2.                  Titik tolak konseling Kristen beranjak dari motif dan upaya "mengangkat" dan "meneguhkan" (Tuhanlah yang mengampuni dan membebaskan orang yang bertobat dari dosanya dan orang Kristen (konselor) bertanggung jawab untuk bersedia mengangkat orang tersebut (konseli) dengan memberikan dukungan/dorongan positif (dari Firman Tuhan) yang ditopang oleh perjanjian berkat Allah. Motif mengangkat/meneguhkan ini harus menjadi sikap batin dari setiap konselor Kristen -- yang menggerakkan upaya/tindakan pelayanan konseling yang dilaksanakannya. Dasar bertolak konseling Kristen ini ditegaskan oleh Yehezkiel bahwa "Allah mencari, membawa pulang, merawat, menguatkan, memelihara" -- sebagai gembala yang melayani (Yehezkiel 34:16).
3.                  Titik tolak konseling Kristen terfokus kepada "pemulihan" -- "peneguhan" (yang menghasilkan keteguhan). Pemulihan ini diawali dengan "pertobatan" (yang didasarkan atas kesadaran bahwa akar dari semua masalah dapat ditelusuri sampai kepada DOSA/adalah DOSA) yang membawa "pembaruan/restorasi" (1Yohanes 1:9; 1Korintus 5:17; Kolose 3:5-11) dan pengampunan dosa sebagai dasar hidup baru (Kolose 3:12-13; Matius 6:12). Pembaruan ini adalah dasar yang memberi dinamika revitalisasi (penguatan kembali) yang memberi daya untuk taat sebagai jalan untuk menikmati peneguhan oleh perjanjian berkat Allah (Ulangan 28:1-14). Dari sinilah, orang yang telah dipulihkan (konseli) akan mengalami pembaruan hidup yang berkesinambungan (Kolose 3:12-17) dan menjadi semakin teguh/dewasa di dalam Kristus -- yang tercermin dari sikap kasih, yang tulus, semangat yang berapi/kerajinan yang tinggi, kesiapan membantu yang terus berkobar dengan sikap moral yang dalam yang menuntunnya sebagai manusia bijak (Roma 12:1-2; 9-21).[4]
b.      Pastoral
Istilah Pastoral berasal dari “pastor” dalam bahasa latin atau dalam bahasa Yunani disebut “Poimen” yang artinya gembala. Secara tradisional, dalam kehidupan gerejawi kita hal ini merupakan tugas pendeta yang harus menjadi gembala bagi jemaat atau dombanya[5].
Berbicara tentang gembala, dalam buku M.Bons-Storm “Apakah Penggembalaan Itu” mengutip beberapa pendapat para ahli, yakni sbb :
-                      Thurneysen merumuskan “Penggembalaan merupakan suatu penerapan khusus Injil kepada anggota jemaat secara pribadi, yaitu berita Injil yang dalam khotbah gereja disampaikan kepada semua orang.”
-                      Dr. J. W. Herfst mengatakan bahwa tugas penggembalaan itu ialah: “Menolong setiap orang untuk menyadari hubungannya dengan Allah, dan mengajar orang untuk mengakui ketaatannya kepada Allah dan sesamanya, dalam situasinya sendiri.”
-                      Dr. H. Faber :”Penggembalaan itu ialah tiap-tiap pekerjaan, yang di dalamnya si pelayan sadar akan akibat yang ditimbulkan oleh percakapannya atau khotbahnya, atas kepribadian orang, yang pada saat itu dihubunginya.[6]
Berhubungan dengan istilah “penggembalaan” Art Van Beek menuliskan dalam bukunya pendampingan Pastoral. Penggembalaan  adalah suatu istilah struktural untuk mempersiapkan para rohaniawan untuk tugas pastoral atau tugas penggembalaan. Mengenai hal ini Art Van Beek menuliskan 7 tipe penggembalaan di masyarakat Indonesia
Pertama, ada yang berpendapat bahwa penggembalaan merupakan pembinaan, yaitu tugas membentuk watak seseorang dan mendidik mereka untuk menjadi murid Kristus yang baik.
Kedua, ada yang memandang penggembalaan sebagai pemberitaan Firman Allah, melalui pertemuan antar pribadi atau dalam kelompok kecil, walaupun juga dapat dapat dilakukan dalam khotbah dan liturgi.
Ketiga,Khususnya dilingkungan Katolik, bahwa penggembalaan berarti pelayanan yang berhubungan dengan sakramen.
Keempat, Khususnya anggota Karismatik bahwa penggembalaan adalah pelayanan penyembuhan.
Kelima, bahwa penggembalaan adalah pelayanan kepada masyarakat, yaitu pelayanan sosial dan pelayanan berjuang melawan ketidakadilan.
Keenam, ada yang melihat penggembalaan sebagai pelayanan dimana manusia yang terlibat dalam interaksi menantikan dan menerima kehadiran dan partisipasi Tuhan Allah. Yang dinantikan sebenarnya adalah suatu pernyataan dari Allah.
Ketujuh, dapat juga dianggap sebagai konseling pastoral yang menggunakan teknik-teknik khusus yang dipinjam dari ilmu-ilmu manusia, khususnya psikologi.[7]

Dari uraian diatas secara garis besar mengenai pastoral dapat didefinisikan sebagai bentuk bimbingan spiritual yang dilakukan oleh seorang pendeta atau hamba Tuhan untuk menolong orang-orang yang mengalami kesulitan kehidupan supaya menyadari kekeliruan hidup .

A.2 Pengertian Konseling Pastoral
Dr. J.LCh. Abineno dalam bukunya Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral mengatakan ungkapan “Konseling Pastoral” dikenal oleh gereja-gereja di Indonesia sesudah perang dunia kedua. Awalnya metode atau cara kerja konseling pastoral timbul dari konseling umum dan konseling umum ini dari pekerjaan sosial ketika perang dunia kedua berlangsung[8]
Mengenai Konseling Pastoral Pdt. Yakub Susabda dalam buku Pastoral Konseling mendefinisikan Pastoral Konseling sebagai berikut
“Pastoral Konseling adalah hubungan timbal balik (interpersonal reathionship) antara hamba Tuhan (pendeta, penginjil, dsb) sebagai konselor dengan konselinya (klien, orang yang minta bimbingan), dalam mana konselor mencoba membimbing konselinya ke dalam suasana percakapan konseling yang ideal (conducive atmosphere) yang memungkinkan konseli itu betul-betul mengenal dan mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya sendiri, persoalannya, kondisi hidupnya, dimana ia berada, dsb; sehingga ia mampu melihat tujuan hidupnya dalam relasi dan tanggung jawabnya pada Tuhan dan mencoba mencapai itu dengan takaran, kekuatan dan kemampuan seperti yang sudah diberikan Tuhan kepadanya”[9].
Berdasarkan pengertian diatas Pdt Yakub Susabda membagi 4 unsur penting atau dasar pemikiran yang menentukan keunikan pastoral konseling:
1)      Pastoral Konseling adalah pelayanan hamba Tuhan yang dipercayakan oleh Allah sendiri
2)      Pastoral Konseling adalah pelayanan mutlak bergantung pada kuasa roh Kudus.
3)      Pastoral Konseling adalah pelayanan yang didasarkan pada kebenaran firman Tuhan.
4)      Pastoral Konseling adalah pelayanan yang bersifat-dasarkan teologi dalam integrasinya dengan sumbangan ilmu-ilmu pengetahuan lain khususnya psikologi[10]
Selanjutnya dalam uraian ini juga penulis menguraikan beberapa hal yang menjadi kelebihan dan keterbatasan Konseling Pastoral dengan mengacu pada konteks yang ada di lingkungan jemaat.
a.                          Kelebihan utama pastoral konseling adalah:
Ø      Pelatihan pelayanan secara teologi
Ø      Ketajaman rohani
Ø      Penggunaan sumber-sumber rohani
Ø      Adanya kepercayaan dan penyesuaian proses konseling
sehubungan dengan pelayanan sebagai seorang pribadi dan sebagai perwakilan dari gereja
Ø      Kesempatan untuk menggunakan sumber-sumber seputar kehidupan berjemaat
Ø      Kesempatan untuk mengambil inisiatif dalam membangun suatu hubungan konseling dan kemungkinan diadakannya intervensi awal dan Kesediaan pelayanan-pelayanan konseling dengan mengabaikan masalah pembayaran.
                    
b.                         batasan-batasan tertentu dalam pastoral konseling:
  
   Batasan PERTAMA adalah waktu. Hanya sedikit pendeta (jika ada) yang memiliki waktu bagi semua jemaatnya yang membutuhkan konseling. Bahkan pendeta yang tanggung jawab utamanya adalah memelihara dan memberikan konseling pun merasa kekurangan waktu; tekanan dari tanggung jawab lain seringkali memungkinkan untuk melihat bahwa seseorang mengalami krisis yang parah. Namun sayangnya hal ini merusak kelebihan pastoral yang unik dari konseling intervensi awal yang potensial dan berorientasi-prevensi. Meskipun demikian, seperti  yang diketahui banyak pendeta, permintaan pelayanan adalah tekanan  yang konstan, mengurangi waktu yang tersedia untuk konseling dan, dalam beberapa kasus, membatasi konseling untuk intervensi- intervensi yang jelas.

   Batasan KEDUA berhubungan dengan pelatihan yang biasanya diperoleh para pendeta dalam psikologi. Dalam beberapa kasus, pelatihan ini hanya bersifat sementara dan mempunyai implikasi untuk jenis konseling yang perlu ditangani. Beberapa model pastoral konseling  memisalkan pengetahuan yang lebih maju tentang teori kepribadian dan psikoterapi dan merupakan pertanyaan-pertanyaan berguna bagi para pendeta yang hanya mengikuti satu atau dua kursus psikologi atau konseling. Sebagian besar pendeta tidak memiliki latar belakang yang dibutuhkan dalam teori kepribadian dan psikologi psychotherapeutic untuk memberikan psikoterapi rekonstruktif yang intensif. Atau mereka juga tidak memiliki pra-syarat pelatihan mengenai  psikodiagnostik dan psikopatologi untuk memberikan perawatan total  bagi beberapa individu yang bermasalah. Para pendeta, sama seperti konselor profesional lainnya, harus secara jelas menyadari keterbatasan mereka dalam bersaing dan siap serta bersedia mengalihkannya kepada orang lain ketika keterbatasan-keterbatasan itu dicapai. Banyak hal yang bisa dilakukan dalam keterbatasan ini. Namun pastoral konseling seharusnya tidak dipandang sebagai suatu pengganti bagi terapi medis atau terapi psikologi lainnya. Ketika terapi lain dibutuhkan, pastoral konseling masih merupakan sumber pertolongan tambahan yang khusus dan berguna.

   Batasan KETIGA berhubungan dengan konflik yang mudah sekali muncul ketika pendeta berganti profesi dan mengaitkan dengan apa yang dilihat dalam konseling dengan berbagai jenis peran lainnya. Tidak sama seperti para profesional konseling lainnya, pendeta tidak  memiliki batasan kontak yang istimewa dengan para klien-nya di luar kantor konseling. Alasan mengapa para psikoterapis membatasi kontak adalah jika kontak tersebut menyulitkan terapi, kadang-kadang mengkontaminasi perawatan secara menyeluruh sehingga kontak ini harus dihentikan. Aturan-aturan yang mengatur pela ksanaan pertemuan-pertemuan psikoterapi passien dan ahli terapinya dibuat untuk memfasilitasi tugas 'psychotherapeutic'. Aturan-aturan ini berbeda  dengan aturan yang terkait dengan masalah sosial, bisnis, atau hubungan kekeluargaan. Namun, pendeta secara rutin bertemu dengan mereka yang terlibat dalam konseling melalui berbagai peran mereka. Hal ini seringkali membuat baik pendeta maupun jemaatnya dalam situasi yang janggal, terutama dalam hubungan konseling jangka panjang.

   Batasan KEEMPAT berhubungan dengan tidak adanya pembayaran. Meskipun  hal ini merupakan kelebihan yang membuat bantuan pendeta tersedia bagi mereka yang terbatas sumber keuangannya, tidak adanya pembayaran akan menurunkan rasa kepemilikan dan tanggung jawab dalam proses konseling. Hal ini juga meningkatkan kemungkinan bahwa seseorang mengambil keuntungan dari waktu pelayanan, menggunakannya  dengan cara-cara yang tidak produktif. Tidak adanya pembayaran, bagaimanapun juga, bisa merupakan kelebihan maupun kekurangan dari pastoral konseling yang biasa dilakukan.

   Pastoral konseling tampaknya, sesuai dengan uraian di atas,  menempati posisi terbaik sebagai konseling yang terfokus dan berani.Terapi intensif jangka panjang tampaknya tidak sesuai dengan terbatasnya waktu dari sebagian besar pendeta, atau sebagian besar pendeta tidak pernah mengikuti pelatihan yang penting dan tidak memiliki latar belakang psikologi sehingga tidak memiliki pengalaman yang sesuai ataupun produktif. Konseling jangka pendek juga membuat para pendeta dapat menghindari beberapa pemindahan komplikasi yang digolongkan sebagai bagian utama dari pertemuan konseling jangka panjang. Secara ringkas, pastoral konseling harus benar-benar terfokus, dan fokus yang disarankan sebaiknya berhubungan dengan tujuan utama dari pertumbuhan rohani.

Berdasarkan uraian diatas Pastoral Konseling dapat berarti gembala yang memberikan nasihat, penghiburan dan penguatan bagi warga gerejanya. Pelayanan pastoral mempunyai sifat pertemuan yaitu: antara pastor dan anggota jemaat yang membutuhkan bantuan dan pelayannya dan pertemuan antara mereka berdua dan Allah, yang sebenarnya yang memimpin dan memberi isi kepada pertemuan mereka. Pengistilahan ini dihubungkan dengan diri Yesus Kristus dan karyaNya sebagai Pastor Sejati yang Baik (Yoh. 10). Ungkapan ini mengacu kepada pelayanan Yesus Kristus yang tanpa pamrih, bersedia memberikan pertolongan terhadap para pengikutNya.


[1] Abineno Ch, Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010),hl.8
[2] ibid.,hl. 6
[3] Hikmawati Fenti, Bimbingan Konseling, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hl. 2-3
[5] Art Van Beek, Pendampingan Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010) hl. 10
[6] M. Born Storm, Apakah Penggembalaan Itu? (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2011 ),  hl.1
[7] op.cit.,hal 11-12
[8] Abineno Ch, Pedoman Praktis untuk pelayanan Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), hal 6
[9] Susabda Yakub, Pastoral Konseling Jilid I, (Malang: Gandum Mas, 2006), hal 13
[10] ibid.,hl 71