Rabu, 22 Februari 2012

Konseling Krisis bagi penemuan peran remaja di Jemaat GMIM Karunia Sea Satu


Di era post modern ini, setiap orang mengalami berbagai masalah dalam kehidupan. Seorang penghotbah terkenal dari Amerika serikat Vance Havner menuliskan dalam buku hariannya, menyimpulkan bahwa kehidupan kekristenan itu melewati 3 tahap. Pertama adalah “mountaintop days” di mana segala sesuatu berjalan dengan baik, lancar menyenangkan, dunia nampak bersinar dan serba indah. Tapi tentu saja kenyataan hidup tidak selalu demikian. Kedua, adalah “ordinary days” yaitu keadaan di mana kita hidup dalam keseharian. Di situ ada hal-hal yang menggembirakan, sekaligus ada hal-hal yang tidak menyenangkan bagaikan gelombang laut yang datang secara silih berganti. Dan yang ketiga adalah “dark days” di mana hidup ini sering kita jalani dengan susah payah, keputusasaan, keragu-raguan, ketakutan dan kecemasan[1]. Mereka yang berada pada tahap ini, merupakan proses yang dapat merubah kehidupan mereka secara menyeluruh. Manusia setiap hari diperhadapkan pada serangkaian perubahan baik itu perubahan di dalam maupun di luar diri kita. Ketika diperhadapkan pada serangkaian perubahan dalam kehidupan, tak jarang manusia merasa kehilangan kendali. Mereka menjadi bingung bahkan putus asa, tidak tahu lagi apa yang seharusnya diperbuat. Masa-masa ini sering disebut sebagai masa krisis. Jika seseorang mampu mengatasi krisis yang muncul dalam kehidupannya, maka dia akan dimampukan untuk memasuki tahapan perkembangan yang lebih tinggi. Namun jika tidak mampu, dia akan mengalami krisis yang tidak berkesudahan. Salah satu rentang usia yang paling rentan terhadap krisis adalah tahapan usia remaja.
Remaja merupakan sosok yang selalu menarik untuk diteliti. Pada tahapan usia mereka perkembangan fisik dan mental  secara drastis membawa pada perubahan yang membuat mereka bingung. Pada usia ini biasa disebut usia Adolesen (13-20 tahun) atau usia perkembangan ego. Adanya pencarian identitas diri, mencari-cari bentuk dirinya sendiri yang tepat untuk bisa diterima oleh masyarakat di sekitarnya. Seorang remaja sering mengalami kebingungan, merasakan kalau dirinya telah memiliki bentuk tubuh seperti orang dewasa tetapi cara berpikirnya masih mencari-cari bentuk kepribadian yang cocok dengan dirinya. Akibatnya terjadilah kekacauan dan berbagai konflik dalam dirinya, entah keyakinan , cita-cita, perasaan pada lawan jenis atau keberadaannya di tengah keluarga dan teman-temannya[2]. Karakter remaja yang melekat dalam diri mereka seperti kemauan berkembang, keberanian untuk bertindak sebagai pembaharu yang berbeda dari yang lain. Daya cipta, kreatifitas dan idealisme tinggi terhadap keyakinannya, keberanian ingin tampil beda, kebutuhan akan pujian dan perhatian, kekuatan fisik yang masih prima dan semangat kejujuran serta kesetiaan yang diyakininya[3] telah membuat remaja berada pada tahapan dewasa tapi seutuhnya mereka masih kanak-kanak. Dengan kata lain, pada masa remaja ini terjadi perubahan psikis yang cukup drastis antara lain perubahan peran dari masa kanak-kanak ke masa remaja.
Di samping itu pengaruh teknologi dengan segala kemudahannya telah membudaya dan mengakar dalam diri mereka, sehingga dalam rangka pencarian identitas  penggunaan internet yang bebas dan tak terkendali menyebabkan gambaran diri mereka mengikuti arus yang mengakibatkan masalah-masalah remaja. Perkembangan teknologi merupakan hasil dari IQ (intelligence Quotient) atau bahasa pikiran dan PQ (Physical Quotient), sehingga di perlukan untuk dapat mengimbanginya dengan prinsip iman (SQ= Spiritual Quotient) dan prinsip hati (EQ=Emotional Quotient)[4].
Dalam lingkungan pergaulan remaja berhubungan dengan remaja yang lain, sehingga mengakibatkan timbulnya kesulitan, kurang membantu kelancaran hidup bahkan menimbulkan kegoncangan jiwa yang menghambat dan merugikan perkembangan individu yang bersangkutan[5]. Ada 3 faktor yang harus diperhatikan dalam pergaulan;
1.      Pengenalan individu lain: mengenal individu lain sebagai seorang individu yang lain dan tidak sama dengan diri kita sendiri.
2.      Pengertian terhadap individu lain: mengerti bahwa individu lain memiliki cirri khas, sifat khusus dan latar belakangnya masing-masing.
3.      Dalam pergaulan pada setiap individu perlu adanya keterbukaan diri : menerima melalui pertimbangan, apa yang di berikan oleh orang lain dalam bentuk ilmu, pendapat dan pandangan; membuka jalan pikirannya supaya dapat dimengerti oleh orang lain demi suatu kelancaran komunikasi yang baik[6].
Dari ketiga faktor inilah kita dapat melihat bahwa remaja dalam pergaulannya akan melalui proses perkembangan jati dirinya, sekaligus masalah-masalah yang akan membentuk kepribadiannya.
Sebagai masa yang penuh dengan permasalahan yang cukup kompleks dan pelik, kenyataan yang ada dalam kehidupan masyarakat ditemukan bahwa ternyata seiring perkembangan remaja keinginan untuk mencoba-coba hal-hal baru sangat tinggi. Apalagi dengan kemajuan teknologi yang canggih akses internet tanpa batasan, remaja seringkali mengakses cerita, gambar dan video yang berbau pornografi. Bahkan gaya hidup bebas yang menyimpang telah menjadikan remaja berada pada situasi hidup yang semakin rumit. Bukan hanya itu saja, komunikasi yang kurang baik dalam lingkungan keluarga (orang tua) akan banyak memberikan tekanan emosional kepada remaja.
Dalam situasi ini, diperlukan satu bentuk pelayanan yang menopang, menyembuhkan, membimbing, memperbaiki, mengasuh/memelihara. 5 Bentuk pelayanan yang dimaksud adalah pendampingan dan konseling pastoral. Pelayanan pendampingan dan konseling pastoral adalah salah satu tugas utama gereja. Konseling Pastoral adalah hubungan timbal balik (interpersonal relationship) antara hamba Tuhan sebagai konselor dengan konselinya, dalam mana konselor mencoba membimbing konseli ke dalam suatu suasana percakapan konseling yang ideal yang memungkinkan konseli itu betul-betul dapat mengenal dan mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya sendiri, persoalannya, kondisi hidupnya, di mana ia berada, dsb, sehingga ia mampu melihat tujuan hidupnya dalam relasi dan tanggung jawabnya kepada Tuhan dan mencoba mencapai tujuan itu dengan takaran, kekuatan dan kemampuan seperti yang sudah diberikan Tuhan kepadanya[7]. Melalui proses ini, diharapkan seseorang yang ditolong itu dapat memperoleh kekuatan baru dan wawasan baru untuk memahami dan jika mungkin mengatasi permasalahan yang dihadapinya. Fungsi pastoral untuk memelihara, menyembuhkan, membantu, menuntun, dan mendamaikan juga adalah tanggung jawab dan kewajiban yang perlu dilaksanakan oleh gereja di mana gereja bersedia memelihara, menyembuhkan, membantu, menuntun, mendamaikan orang lain untuk meringankan penderitaan. Pendampingan dan konseling pastoral adalah sebuah tanggung jawab dan kewajiban yang tidak bisa diabaikan oleh seorang pendeta. Mengapa hal tersebut tidak boleh diabaikan? Karena bila seorang pendeta mengabaikan tanggung jawab dan kewajiban dalam pendampingan dan konseling pastoral, dampaknya akan terjadi ketimpangan dalam pelayanan serta dalam kehidupan bergereja. Pendampingan dan konseling pastoral adalah sebuah kebutuhan mengingat salah satu fungsi gereja adalah memelihara iman jemaatnya. Di sisi lain, jemaat terus mengalami perubahan pada dirinya dan lingkungan yang berujung pada krisis. Salah satu elemen gereja adalah remaja. Remaja merupakan bagian integral dari gereja yang membutuhkan pendampingan dan konseling pastoral, di mana remaja sedang mencari identitas dan perannya. Bila gereja tidak mampu mendampingi anak remaja maka bahaya yang dihadapi oleh gereja adalah gereja akan kehilangan generasi penerusnya. Jadi adalah sebuah tanggung jawab dan kewajiban gerejalah untuk mendampingi, merawat, memelihara, melindungi, dan menolong anak remaja mampu menemukan perannya baik dalam keluarga, gereja dan masyarakat. Dengan mengacu pada latar belakang permasalahan seperti apa yang dijelaskan diatas maka pada penyusunan skripsi ini, penyusun lebih memfokuskan diri dengan melihat permasalahan pada: Krisis apa saja yang dialami remaja dalam menemukan perannya? Konseling pastoral seperti apa yang bisa diharapkan untuk membantu remaja dalam menyikapi krisis yang terjadi?. Untuk menjawab pertanyaan di atas maka penyusun dalam menyusun skripsi ini memberi judul : Relevansi Konseling Krisis Bagi Penemuan Peran Remaja di jemaat GMIM Karunia Sea Satu. Adapun alasan pemilihan judul ini adalah berdasarkan realitas perkembangan tahapan manusia khususnya remaja yang mengalami kebingungan perannya atau krisis identitas Kebingungan untuk menemukan perannya itu seringkali memunculkan krisis dalam diri mereka ketika bersimpangan peran dengan orang-orang terdekat. Dalam hal ini remaja membutuhkan pertolongan serta pendampingan untuk menemukan perannya.
Dengan demikian semoga dengan tulisan ini dapat berguna bagi kita semua sebagai gereja dalam menjawab panggilan pelayanan bagi gereja kepada generasi muda dalam hal ini remaja yang mengalami krisis peran.


[1] H. Sahardjo, Konseling Krisis dan Terapi singkat, (Bandung: Pionir Jaya, 2008), hl. 87-88
[2] E. Mutiarsih, Memahami Psikologi Remaja, (Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara, 2007), hl. 14
[3] ibid, hl 17
[4] ibid, hl 46
[5] Gunarsa, Singgih D., Psikologi Muda-mudi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hl 36
[6] op.cit., hl 39-40
[7] Y. Susabda, Pastoral Konseling Jilid I, (Malang: Gandum Mas, 2006), hl 13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar