Di
era post modern ini, setiap orang mengalami berbagai masalah dalam kehidupan.
Seorang penghotbah terkenal dari Amerika serikat Vance Havner menuliskan
dalam buku hariannya, menyimpulkan bahwa kehidupan kekristenan itu melewati 3
tahap. Pertama adalah “mountaintop days”
di mana segala sesuatu berjalan dengan baik, lancar menyenangkan, dunia nampak
bersinar dan serba indah. Tapi tentu saja kenyataan hidup tidak selalu
demikian. Kedua, adalah “ordinary days”
yaitu keadaan di mana kita hidup dalam keseharian. Di situ ada hal-hal yang
menggembirakan, sekaligus ada hal-hal yang tidak menyenangkan bagaikan
gelombang laut yang datang secara silih berganti. Dan yang ketiga adalah “dark days” di mana hidup ini sering kita
jalani dengan susah payah, keputusasaan, keragu-raguan, ketakutan dan kecemasan[1].
Mereka yang berada pada tahap ini, merupakan proses yang dapat merubah
kehidupan mereka secara menyeluruh. Manusia setiap hari diperhadapkan pada
serangkaian perubahan baik itu perubahan di dalam maupun di luar diri kita.
Ketika diperhadapkan pada serangkaian perubahan dalam kehidupan, tak jarang
manusia merasa kehilangan kendali. Mereka menjadi bingung bahkan putus asa,
tidak tahu lagi apa yang seharusnya diperbuat. Masa-masa ini sering disebut
sebagai masa krisis. Jika seseorang mampu mengatasi krisis yang muncul dalam
kehidupannya, maka dia akan dimampukan untuk memasuki tahapan perkembangan yang
lebih tinggi. Namun jika tidak mampu, dia akan mengalami krisis yang tidak
berkesudahan. Salah satu rentang usia yang paling rentan terhadap krisis adalah
tahapan usia remaja.
Remaja
merupakan sosok yang selalu menarik untuk diteliti. Pada tahapan usia mereka
perkembangan fisik dan mental secara
drastis membawa pada perubahan yang membuat mereka bingung. Pada usia ini biasa
disebut usia Adolesen (13-20 tahun) atau usia perkembangan ego. Adanya
pencarian identitas diri, mencari-cari bentuk dirinya sendiri yang tepat untuk
bisa diterima oleh masyarakat di sekitarnya. Seorang remaja sering mengalami
kebingungan, merasakan kalau dirinya telah memiliki bentuk tubuh seperti orang
dewasa tetapi cara berpikirnya masih mencari-cari bentuk kepribadian yang cocok
dengan dirinya. Akibatnya terjadilah kekacauan dan berbagai konflik dalam
dirinya, entah keyakinan , cita-cita, perasaan pada lawan jenis atau
keberadaannya di tengah keluarga dan teman-temannya[2].
Karakter remaja yang melekat dalam diri mereka seperti kemauan berkembang,
keberanian untuk bertindak sebagai pembaharu yang berbeda dari yang lain. Daya
cipta, kreatifitas dan idealisme tinggi terhadap keyakinannya, keberanian ingin
tampil beda, kebutuhan akan pujian dan perhatian, kekuatan fisik yang masih
prima dan semangat kejujuran serta kesetiaan yang diyakininya[3]
telah membuat remaja berada pada tahapan dewasa tapi seutuhnya mereka masih
kanak-kanak. Dengan kata lain, pada masa remaja ini terjadi perubahan psikis
yang cukup drastis antara lain perubahan peran dari masa kanak-kanak ke masa
remaja.
Di
samping itu pengaruh teknologi dengan segala kemudahannya telah membudaya dan
mengakar dalam diri mereka, sehingga dalam rangka pencarian identitas penggunaan internet yang bebas dan tak
terkendali menyebabkan gambaran diri mereka mengikuti arus yang mengakibatkan
masalah-masalah remaja. Perkembangan teknologi merupakan hasil dari IQ (intelligence Quotient) atau bahasa
pikiran dan PQ (Physical Quotient), sehingga di perlukan untuk dapat mengimbanginya
dengan prinsip iman (SQ= Spiritual
Quotient) dan prinsip hati (EQ=Emotional
Quotient)[4].
Dalam
lingkungan pergaulan remaja berhubungan dengan remaja yang lain, sehingga
mengakibatkan timbulnya kesulitan, kurang membantu kelancaran hidup bahkan
menimbulkan kegoncangan jiwa yang menghambat dan merugikan perkembangan
individu yang bersangkutan[5].
Ada 3 faktor yang harus diperhatikan dalam pergaulan;
1. Pengenalan
individu lain: mengenal individu lain sebagai seorang individu yang lain dan
tidak sama dengan diri kita sendiri.
2. Pengertian
terhadap individu lain: mengerti bahwa individu lain memiliki cirri khas, sifat
khusus dan latar belakangnya masing-masing.
3. Dalam
pergaulan pada setiap individu perlu adanya keterbukaan diri : menerima melalui
pertimbangan, apa yang di berikan oleh orang lain dalam bentuk ilmu, pendapat
dan pandangan; membuka jalan pikirannya supaya dapat dimengerti oleh orang lain
demi suatu kelancaran komunikasi yang baik[6].
Dari
ketiga faktor inilah kita dapat melihat bahwa remaja dalam pergaulannya akan
melalui proses perkembangan jati dirinya, sekaligus masalah-masalah yang akan
membentuk kepribadiannya.
Sebagai
masa yang penuh dengan permasalahan yang cukup kompleks dan pelik, kenyataan
yang ada dalam kehidupan masyarakat ditemukan bahwa ternyata seiring
perkembangan remaja keinginan untuk mencoba-coba hal-hal baru sangat tinggi.
Apalagi dengan kemajuan teknologi yang canggih akses internet tanpa batasan,
remaja seringkali mengakses cerita, gambar dan video yang berbau pornografi.
Bahkan gaya hidup bebas yang menyimpang telah menjadikan remaja berada pada
situasi hidup yang semakin rumit. Bukan hanya itu saja, komunikasi yang kurang
baik dalam lingkungan keluarga (orang tua) akan banyak memberikan tekanan
emosional kepada remaja.
Dalam
situasi ini, diperlukan satu bentuk pelayanan yang menopang, menyembuhkan,
membimbing, memperbaiki, mengasuh/memelihara. 5 Bentuk pelayanan yang dimaksud
adalah pendampingan dan konseling pastoral. Pelayanan pendampingan dan
konseling pastoral adalah salah satu tugas utama gereja. Konseling Pastoral
adalah hubungan timbal balik (interpersonal relationship) antara hamba Tuhan
sebagai konselor dengan konselinya, dalam mana konselor mencoba membimbing
konseli ke dalam suatu suasana percakapan konseling yang ideal yang
memungkinkan konseli itu betul-betul dapat mengenal dan mengerti apa yang
sedang terjadi pada dirinya sendiri, persoalannya, kondisi hidupnya, di mana ia
berada, dsb, sehingga ia mampu melihat tujuan hidupnya dalam relasi dan
tanggung jawabnya kepada Tuhan dan mencoba mencapai tujuan itu dengan takaran,
kekuatan dan kemampuan seperti yang sudah diberikan Tuhan kepadanya[7].
Melalui proses ini, diharapkan seseorang yang ditolong itu dapat memperoleh
kekuatan baru dan wawasan baru untuk memahami dan jika mungkin mengatasi
permasalahan yang dihadapinya. Fungsi pastoral untuk memelihara, menyembuhkan,
membantu, menuntun, dan mendamaikan juga adalah tanggung jawab dan kewajiban
yang perlu dilaksanakan oleh gereja di mana gereja bersedia memelihara,
menyembuhkan, membantu, menuntun, mendamaikan orang lain untuk meringankan
penderitaan. Pendampingan dan konseling pastoral adalah sebuah tanggung jawab
dan kewajiban yang tidak bisa diabaikan oleh seorang pendeta. Mengapa hal
tersebut tidak boleh diabaikan? Karena bila seorang pendeta mengabaikan
tanggung jawab dan kewajiban dalam pendampingan dan konseling pastoral,
dampaknya akan terjadi ketimpangan dalam pelayanan serta dalam kehidupan
bergereja. Pendampingan dan konseling pastoral adalah sebuah kebutuhan
mengingat salah satu fungsi gereja adalah memelihara iman jemaatnya. Di sisi
lain, jemaat terus mengalami perubahan pada dirinya dan lingkungan yang
berujung pada krisis. Salah satu elemen gereja adalah remaja. Remaja merupakan
bagian integral dari gereja yang membutuhkan pendampingan dan konseling
pastoral, di mana remaja sedang mencari identitas dan perannya. Bila gereja
tidak mampu mendampingi anak remaja maka bahaya yang dihadapi oleh gereja
adalah gereja akan kehilangan generasi penerusnya. Jadi adalah sebuah tanggung
jawab dan kewajiban gerejalah untuk mendampingi, merawat, memelihara,
melindungi, dan menolong anak remaja mampu menemukan perannya baik dalam
keluarga, gereja dan masyarakat. Dengan mengacu pada latar belakang
permasalahan seperti apa yang dijelaskan diatas maka pada penyusunan skripsi
ini, penyusun lebih memfokuskan diri dengan melihat permasalahan pada: Krisis
apa saja yang dialami remaja dalam menemukan perannya? Konseling pastoral
seperti apa yang bisa diharapkan untuk membantu remaja dalam menyikapi krisis
yang terjadi?. Untuk menjawab pertanyaan di atas maka penyusun dalam menyusun
skripsi ini memberi judul : Relevansi Konseling Krisis Bagi Penemuan Peran
Remaja di jemaat GMIM Karunia Sea Satu. Adapun alasan pemilihan judul ini
adalah berdasarkan realitas perkembangan tahapan manusia khususnya remaja yang
mengalami kebingungan perannya atau krisis identitas Kebingungan untuk
menemukan perannya itu seringkali memunculkan krisis dalam diri mereka ketika
bersimpangan peran dengan orang-orang terdekat. Dalam hal ini remaja membutuhkan
pertolongan serta pendampingan untuk menemukan perannya.
Dengan
demikian semoga dengan tulisan ini dapat berguna bagi kita semua sebagai gereja
dalam menjawab panggilan pelayanan bagi gereja kepada generasi muda dalam hal
ini remaja yang mengalami krisis peran.
[1] H.
Sahardjo, Konseling Krisis dan Terapi
singkat, (Bandung: Pionir Jaya, 2008), hl. 87-88
[2] E.
Mutiarsih, Memahami Psikologi Remaja,
(Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara, 2007), hl. 14
[3] ibid, hl 17
[4] ibid, hl 46
[5]
Gunarsa, Singgih D., Psikologi Muda-mudi,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hl 36
[6] op.cit.,
hl 39-40
[7] Y.
Susabda, Pastoral Konseling Jilid I,
(Malang: Gandum Mas, 2006), hl 13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar